Di Seberang Puisi Emosi —Surat untuk Zen Hae

Authors

  • Nirwan Dewanto Komunitas Salihara

DOI:

https://doi.org/10.54154/dekonstruksi.v5i01.76

Keywords:

Subagio Sastrowardoyo, bakat alam, intelektualisme, filsafat

Abstract

Frasa-frasa Chairil Anwar seperti “hidup hanya menunda kekalahan”, “nasib adalah kesunyian masing-masing”, dan “antara kita maut datang tidak membelah”—merupakan potongan filsafat yang menyaru ke dalam puisi, yang gemanya muncul lagi dalam sajak-sajak Sitor Situmorang dan Goenawan Mohamad. Namun sudah jelas bahwa filsafat atau intelektualisme sang penyair sudah sejak awal menentang “kesusastraan yang programatis”, yaitu yang “mendasarkan diri pada sesuatu dogma atau doktrin yang sudah diterima oleh suatu kaum sebagai kebenaran mutlak.” Menurut Nirwan Dewanto, puisi “Manusia Pertama di Angkasa Luar” dari Subagio Sastrowardoyo berhasil karena kekandasannya dalam berfilsafat dan laku hanyut ke dalam sentimentalitas. Ia berhenti menjadi representasi dari penerbangan luar angkasa maupun dari intelektualisme penyairnya sendiri. Ia sepenuhnya menjadi permainan belaka, verbal art form.

Downloads

Published

2021-12-26

How to Cite

Nirwan Dewanto. (2021). Di Seberang Puisi Emosi —Surat untuk Zen Hae. Dekonstruksi, 5(01), 76–93. https://doi.org/10.54154/dekonstruksi.v5i01.76