https://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/issue/feedDekonstruksi2025-04-07T21:18:43+07:00Open Journal Systems<div style="border: 2px #2C3B46 solid; padding: 10px; background-color: #ececec; text-align: left; color: black;"> <ol> <li>Journal Title: <a href="https://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi">Dekonstruksi</a></li> <li>Initials: Dekonstruksi</li> <li>Frequency: Setiap 3 bulan</li> <li>Online ISSN: 2797-233X</li> <li>Print ISSN: 2774-6828</li> <li>Editor in Chief: Syakieb A. Sungkar</li> <li>DOI: 10.54154/dekonstruksi</li> <li>Publisher: Gerakan Indonesia Kita</li> </ol> </div> <p>Jurnal Dekonstruksi merupakan Jurnal yang membahas Filsafat dan disiplin terkait seperti Kebudayaan dan situasi masyarakat serta perkembangan sosial mutakhir. Terbit 3 bulan sekali dan dalam setiap terbitan kami mempunyai tema sentral yang terfokus. Jurnal ini dikelola oleh para mahasiswa dan sarjana Filsafat. Kami menerima paper dari para pembaca dan akan kami terbitkan apabila memenuhi kaidah ilmu pengetahuan dan tema yang sedang diangkat oleh tim Redaksi. </p>https://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/317Salam Redaksi2025-04-07T21:13:00+07:00Syakieb Sungkarsyakieb.sungkar@yahoo.com<p>Jurnal kali ini membahas pemikiran Franz Magnis-Suseno, David Bentley Hart, Thomas Aquinas, Plato, Heidegger, Levinas, Derrida, Anne Hershberger, Sigmund Freud, Mutiara Andalas, Habermas, Gramsci, Yuval Noah Harari, Walter Kasper, dan Alexis Karpouzos yang membahas tentang kekacauan, algoritma, hermeneutika, seni rupa, tari, sastra, film, seksualitas, dan kecerdasan buatan, dan agama. </p>2025-04-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dekonstruksihttps://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/282Menjawab Gugatan Chaos Versus Cosmos 2025-03-08T13:51:59+07:00Amadea Prajna Putra Mahardikadionisiusamadea@gmail.com<p>Makalah ini mengeksplorasi pertanyaan teologis mendasar terkait keberadaan kekacauan dan ketidakteraturan (<em>chaos</em>) dalam realitas dunia yang diyakini diciptakan Allah secara teratur (<em>cosmos</em>). Berangkat dari refleksi atas fenomena bencana alam, seperti tsunami Aceh tahun 2004 dan letusan Gunung Lewotobi tahun 2024, penulis mengajukan pendekatan untuk memahami dan mendamaikan dualitas <em>chaos</em> dan <em>cosmos</em> dalam perspektif iman. Kekacauan dipahami sebagai bagian dari dinamika kebebasan manusia dan proses ilahi yang tak sepenuhnya terjangkau oleh akal budi manusia. Makalah ini menawarkan dua pendekatan utama: pertama, mengolah chaos sebagai bagian dari peziarahan iman yang membawa potensi pertumbuhan spiritual; kedua, menyusun narasi keteraturan ilahi yang memberikan makna dalam menghadapi ketidakteraturan. Dengan mengintegrasikan pandangan Agustinus tentang kejahatan sebagai privatio boni dan ajaran Stoa tentang fokus pada hal-hal yang dapat dikendalikan, karya ini menggarisbawahi pentingnya respons aktif berupa empati, solidaritas, dan tindakan nyata dalam menghadapi kekacauan. Kesimpulannya, chaos bukanlah akhir dari tatanan ilahi, melainkan momen yang menuntut partisipasi manusia dalam mewujudkan kebaikan, selaras dengan teladan Yesus. Makalah ini menekankan bahwa usaha mendamaikan <em>chaos</em> dan <em>cosmos</em> adalah panggilan iman untuk memperjuangkan keteraturan hingga kesempurnaan akhir yang dijanjikan Allah.</p>2025-04-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dekonstruksihttps://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/306Modernisme Biang Keladi Kerusakan Seni Rupa 2025-03-08T10:55:10+07:00Anna Sungkaranna_sungkar@yahoo.co.id<p style="font-weight: 400;">Kemunculan Impresionisme di abad 20 yang merupakan awal dari Modernisme, telah menyebabkan perubahan besar dalam cara orang memandang seni. Karya seni yang pada periode sebelumnya sudah mempunyai tatanan yang rapi, kemudian dirombak total sehingga seni kemudian menjadi sulit dimengerti dan tidak dapat dibedakan antara karya seni dengan bukan seni. Hal itu terjadi karena dunia itu sendiri telah berubah dengan munculnya penemuan baru yang menyebabkan cara pandang manusia terhadap seni menjadi bergeser.</p>2025-04-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dekonstruksihttps://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/304Ancaman Eksistensial Bagi Kemanusiaan dan Kegagapan Manusia Yang Naif: 2025-03-06T14:46:22+07:00Agustinus Tamtama Putraagustinustamtama1992@gmail.com<p><em>There are two trends in education in the face of rapid and massive technological development, in this case Artificial Intelligence. One pole reviles Artificial Intelligence as an existential threat to humanity, while the other pole glorifies Artificial Intelligence as a genius invention, a sophisticated and reliable product of modern thinking. This paper aims to examine the strengths and weaknesses of these two polar opposites in the contemporary debate on Artificial Intelligence, particularly in the realm of education. Through a literature study in which the latest scientific research is scrutinised and tested, the author aims to clash the two schools of thought within the framework of human philosophy as a dialectical subject, along with the ethical dimensions that surround the debate on Artificial Intelligence. As a finding of the research, as well as to synthesise the two opposing poles, the author sees that the collaboration between humans and Artificial Intelligence is a necessity in this day and age because moral and ethical boundaries can only be provided when humans are truly involved and take part in the dynamics of Artificial Intelligence. Human insecurity in the face of Artificial Intelligence should also not happen because the capacity of human soul, spirit and work can never be replaced by Artificial Intelligence. The realm of education can utilise Artificial Intelligence to further advance humanity.</em></p>2025-04-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dekonstruksihttps://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/302Algoritma sebagai Subjek Etis: Analisis Filsafat Komunikasi terhadap Moralitas Sistem Kecerdasan Buatan2025-03-08T05:44:49+07:00Gabriel Abdi Susantoabdisusanto@yahoo.com<p><em>Algorithms in artificial intelligence (AI) systems are increasingly playing a role in shaping the landscape of digital communication. However, studies in communication philosophy often treat algorithms merely as technical tools rather than ethical subjects. This article examines how algorithms, particularly in social media, contribute to shaping public opinion, fostering social polarization, and carrying ethical implications. Using a communication philosophy approach, the article highlights the moral aspects of algorithms and the challenges and opportunities in creating more ethically responsible AI systems.</em></p>2025-04-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dekonstruksihttps://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/308Rekonseptualisasi Hararian tentang Konsep Informasi dalam Pameran Souls of Protopia Sandy Tisa2025-03-09T11:26:47+07:00Mardohar Simanjuntakmardohars@gmail.com<p>Peran informasi dalam bentukan jejaring sosial manusia sejak revolusi kognitif tidak dapat dinafikan. Dengan kemampuannya untuk menarik abstraksi dan membangun struktur konsep, manusia dapat melampaui keterbatasannya dan mengungguli spesies lainnya. Meskipun demikian, Yuval Noah Harari berpendapat bahwa informasi yang membentuk sejarah manusia pada hakikatnya adalah kepercayaan faktik yang sifatnya ideologis. Dengan demikian, lepas dari faktual tidaknya informasi, perannya dalam membentuk jejaring (nexus) sosial sangat sentral. Pelukis Sandy Tisa mencoba untuk menunjukkan bahwa peta (chart) yang semestinya menggambarkan realitas objektif ternyata dapat berperan sebagai cara mememetakan (charting) wilayah-wilayah batin yang sifatnya reflektif dan retrospektif. Pameran Souls of Protopia yang digulirkan berada pada pemaknaan Hararian dalam tentang faktualitas ruang hidup mental manusia. Penelitian kualitatif-fenomenologis ini, dengan mengambil pameran tunggal sebagai objek kajian, sampai pada kesimpulan bahwa upaya teritorial yang dipetakan (charted) pada hakikatnya bersifat konstruktif terhadap pencapaian peradaban dan kebudayaan manusia.</p>2025-04-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dekonstruksihttps://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/303Hermeneutika-Personalisasi: Menafsir Jejak Esensi Realitas dalam Struktur Teks2025-03-08T05:40:44+07:00Chris Ruhupattycruhupatty@gmail.com<p><span style="font-weight: 400;">Artikel ini menyajikan sebuah kajian tentang hermeneutika dengan menggunakan pendekatan “hermeneutika-personalisasi.” Di dalam pendekatan ini, menafsirkan sebuah teks dinyatakan sebagai mempersonalisasikan </span><em><span style="font-weight: 400;">jejak</span></em><span style="font-weight: 400;"> esensi realitas yang tersingkap di dalam dan melalui struktur teks. Ini menunjukkan bahwa membaca sebuah teks tidak membawa kepada perjumpaan dengan penulis atau “dunia” yang dibangunnya. Tetapi membawa kepada perjumpaan dengan </span><em><span style="font-weight: 400;">jejak</span></em><span style="font-weight: 400;"> esensi realitas yang dipersonalisasikan penulis. Alhasil, memahami teks adalah memahami permainan personalisasi dalam hal mewujudkan </span><em><span style="font-weight: 400;">jejak</span></em><span style="font-weight: 400;"> esensi realitas.</span></p>2025-04-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dekonstruksihttps://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/301An Existential Dialogue between Fang Yuan and Bai Ning Bing in Novel Reverend Insanity: A Heideggerian Perspective2025-03-08T05:46:21+07:00Rifqi Khairul Anamrifqistaimpro@gmail.com<p>This paper delves into the existential dialogue between Fang Yuan and Bai Ning Bing, two central characters in the xianxia novel Reverend Insanity. Through Heideggerian lens, researcher examine understanding of existence, mortality, and the pursuit of meaning. Fang Yuan, a seasoned cultivator, embodies a mature understanding of Being-in-the-world, accepting death and living authentically. In contrast, Bai Ning Bing grapples with his own mortality and seeks a path to meaning. By analyzing their dialogue, researcher explore themes of freedom, authenticity, and the role of the other in shaping individual identity. This paper argues that the dialogue between these two characters offers a profound exploration of the human condition and the challenges of finding meaning in the world.</p>2025-04-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dekonstruksihttps://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/316Seksualitas Pemberian Allah : 2025-04-07T21:04:54+07:00Paulus Eko Kristiantopaulusekokristianto12@gmail.com<p>Seksualitas bukan hal tabu. Ia merupakan pemberian Allah yang perlu dirayakan secara sehat dan penuh berkat. Demikianlah seruan yang diangkat di artikel ini. Topik ini dibedah melalui kajian seksualitas pemberian Allah: dari refleksi Alkitab dan teologis hingga peran gereja. Metode penelitian pustaka menjadi jalan menemukan diskusinya. Ini diangkat melalui jalan bahasan landasan Alkitab tentang seksualitas, seksualitas sebagai pemberian Allah, bentuk-bentuk seksualitas, penyimpangan seksualitas dalam Alkitab, penyimpangan seksualitas dalam masyarakat, peran gereja terhadap seksualitas dan penyimpangannya.</p>2025-04-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dekonstruksihttps://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/285Operasi Kindertransport Sebagai Tanggung Jawab Tinjauan Etika Levinas dalam Film One Life (2024) 2025-03-08T05:47:25+07:00Beda Holy Septianno neno.septianno@gmail.com<p>Bagi Levinas tanggung jawab bersumber dari orang lain. Setiap perjumpaan dengan orang lain ini selalu menimbulkan situasi etis tertentu. Oleh karena itu, tindakan yang etis dalam pandangan Levinas tidak melupakan pengalaman konkret dinamika jiwa manusia. Melalui makalah ini, pengalaman tersebut hendak dikontekstualisasikan dalam Film <em>One Life </em>(2024) yang mengisahkan Nicholas Winstons sebagai seorang yang terlibat dalam operasi penyelamatan kemanusiaan dengan Kereta Api untuk anak-anak keturunan Yahudi di zaman pendudukan Nazi (<em>kindertransport</em>). Tulisan ini menguraikan pemikiran Levinas tentang tanggung jawab yang mendahului kebebasan berdasarkan situasi perasaan Winstons yang mengatakan: “Lihat aku harus melakukan sesuatu”, saat ia bertatapan muka dengan seorang anak perempuan yang tinggal di sebuah kamp pengungsi di Sudetenland, daerah bagian Cekoslowakia tahun 1938. Makalah ini mendiskusikan bagaimana memahami tanggung jawab yang bukan sebuah altruisme dan melampaui kebebasan kita. Menurut Levinas tanggung jawab ini tanpa dasar dan melampaui ontologi. Tanggung jawab ini dari mulanya sudah ada lebih dulu (<em>an-arkhe</em>) dan merupakan hakikat eksistensi manusia.</p>2025-04-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dekonstruksihttps://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/311Penderitaan Manusia dan Allah yang Menderita Menurut Walter Kasper2025-03-14T11:12:56+07:00Banus Tangibanustangi@gmail.com<p>Artikel ini bertujuan untuk menguraikan fenomena penderitaan dalam kehidupan manusia yang membuat manusia akhirnya menanyakan eksistensi Allah dengan berpegang pada perspektif teologi-kristologi Walter Kasper. Pada zaman ini, umat kristiani dilanda kebingungan atas peperangan, kematian orang-orang yang tidak berdosa, eksploitasi, penganiayaan dan penindasan. Kenyataan ini membuat mereka mempertanyakan eksistensi Allah. Bagi Kasper, pertanyaan mengenai eksistensi Allah menjadi salah satu penyebab manusia menjadi ateis. Oleh karena itu, ia menawarkan sebuah teologi-kristologi baru untuk menyadarkan umat kristiani bahwa Allah tetap berkarya dalam penderitaan manusia. Inti teologi-kristologi itu adalah Yesus Kristus historis. Dalam sejarah, Allah (Yesus Kristus) merasakan penderitaan terutama dalam peristiwa salib. Yesus yang menanggung penderitaan merupakan bukti bahwa Allah kristiani bukan Allah apatis. Dengan demikian, jika Allah telah menderita maka tidak ada alasan bagi manusia menjadi ateis atau menyangkal eksistensi Allah. Penderitaan membawa umat kristiani kepada sebuah harapan akan Allah sehingga terjadi proses pemurnian iman.</p>2025-04-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dekonstruksihttps://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/284 Analisis Karakter Bujang Ganong dalam Tarian Reog Ponorogo 2025-03-08T05:48:36+07:00Angger Riantoanggerdoger_999@student.uns.ac.idAgus Purwantorogoespoer13@staff.uns.ac.id<p> </p> <p>Tarian Reog Ponorogo merupakan salah satu warisan budaya tradisional yang kaya akan nilai-nilai filosofis dan simbolis. Salah satu tokoh yang menarik perhatian dalam tarian ini adalah Bujang Ganong, karakter yang dikenal dengan gerakan energik, lincah, serta sifat humorisnya. Bujang Ganong tidak hanya berfungsi sebagai elemen hiburan, tetapi juga sebagai simbol kekuatan, kecerdikan, dan semangat muda dalam tradisi Reog Ponorogo. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakter Bujang Ganong dalam perspektif budaya dan seni pertunjukan. Menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitis, data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi terhadap para seniman Reog Ponorogo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter Bujang Ganong memiliki peran penting dalam menyampaikan pesan moral dan nilai-nilai lokal, seperti keberanian, ketekunan, dan penghormatan terhadap tradisi. Melalui gerakan dinamis dan atribut khasnya, Bujang Ganong juga menjadi simbol kebebasan ekspresi dalam konteks seni tradisional. Studi ini menegaskan pentingnya pelestarian karakter Bujang Ganong sebagai bagian dari upaya menjaga identitas budaya di tengah tantangan modernisasi.</p>2025-04-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dekonstruksihttps://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/315Tugas Seorang Penyair2025-04-07T20:55:56+07:00Hasan Aspahanijurubaca@gmail.com<p>Siapakah penyair? Jawabannya bisa dirujukkan kepada perannya sebagai manusia di antara manusia lain, kesadarannya bahwa puisi adalah takdir bahasa, dan sumbangannya pada bahasa, medium seninya itu. Pesu Aftarudin (l. 1941), seorang penyair dan guru di Bandung, menjelaskan bahwa manusia penyair adalah dia yang <em>menyadari </em>eksistensi kehadirannya di dunia, sebagai seorang pribadi yang <em>mengalami </em>kehidupan jasmani dan rohani, dan mempunyai sikap moral yang membedakannya dengan makhluk lain. </p>2025-04-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dekonstruksi