Komputasional yang Dipersonalisasi sebagai Tinjauan Filosofis terhadap Prinsip Dasar Pengembangan Teknologi Mesin-Pembelajaran
DOI:
https://doi.org/10.54154/dekonstruksi.v11i04.355Keywords:
mesin-pembelajaran, pembelajaran-mesin, apropriasi, a-propriasi, personalisasi, representasionalisme, setara-paralelAbstract
Uraian di dalam artikel ini berfokus pada tataran epistemologis dari pengembangan mesin-pembelajaran atau kecerdasan buatan. Uraian dimulai dengan menunjukkan kelemahan mendasar dari prinsip representasionalisme yang selama ini digunakan untuk mengembangkan mesin-pembelajaran. Singkatnya, mesin-pembelajaran yang didesain untuk memahami data atau perintah melalui sistem atau program pelatihan sudah tidak lagi memadai. Karena mesin dibatasi atau terkondisikan oleh program pembelajaran-mesin, sehingga tidak pernah memahami data atau perintah secara mandiri. Berdasarkan kelemahan tersebut, artikel ini mengusung sebuah prinsip yang lebih memadai, yaitu: a-propriasi atau personalisasi. Di bawah prinsip ini, mesin didesain untuk memahami data atau perintah secara langsung. Artinya, mesin didesain dengan algoritma untuk memahami dan menghasilkan data atau perintah yang sama sekali baru. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pemahaman mesin terhadap data atau perintah tidak merepresentasikan program pembelajaran-mesin. Karena mesin didesain untuk memahami data atau perintah secara langsung atau tanpa mediasi dari sistem atau program pelatihan. Dengan istilah lain, mesin didesain dengan kemampuan untuk melakukan personalisasi terhadap data atau perintah yang tersaji secara komputasional. Oleh sebab itu, topik yang dikaji di dalam artikel ini tidak bersifat teknologis. Meski objek kajiannya adalah proyeksi pengembangan teknologi dalam bentuk mesin-pembelajaran. Namun, karena artikel ini mengkaji aspek teoritis yang melibatkan prinsip dasar dari struktur pemahaman manusia, maka topik ini lebih bernuansa filosofis ketimbang teknologis. Sehingga artikel ini tidak hanya berkontribusi terhadap pengembangan mesin-pembelajaran, tapi juga pengembangan diskursus filsafat tentang bagaimana manusia memahami esensi realitas.