Tentang Airlangga
DOI:
https://doi.org/10.54154/dekonstruksi.v10i04.275Keywords:
Ego, manusia, Airlangga, turun takhta, Manusia Mulia, Ubermensch, Nietzsche, MoksaAbstract
Tiga perempat dari masa pemerintahannya, dari 1019 sampai 1043, Airlangga menginvasi wilayah-wilayah yang dulu setia kepada Darmawangsa. Namun ketika ia berusia 53 tahun, Airlangga memutuskan untuk turun tahta. Bukan karena faktor usia, ia memutuskan berhenti berkuasa karena ingin berpaling membelakangi keburukan dan bersungguh-sungguh menghapus noda buruk di tangan. Manusia yang mulia justru siap hidup dalam keadaan itu. Dengan ikhlas ia tak hendak menguasai lingkungan sekitarnya. Di Bumi, ia menyisihkan ego-nya, bercengkrama dengan apa yang di langit, dengan penghuni alam, dan sesama makhluk yang fana. Ia merasakan betapa kayanya kehidupan, justru dengan membebaskan diri dari berbagai hal.